Sebelum menulis lebih jauh, saya sebagai penulis menegaskan bahwa tulisan ini hanyalah opini berdasarkan fenomena yang dilihat penulis.
Oke. Pada era teknologi informasi dan komunikasi ini, sudah menjadi rahasia publik bahwa setiap orang bebas memaparkan apa pun di media sosial yang menjamur belakangan ini. Berawal dari sekedar iseng atau mencoba, seseorang mungkin membuat sebuah akun di media sosial. Dengan niat yang penting punya, awalnya, berubah seiring dengan semakin banyak informasi yang disediakan.
Ilmu pengetahuan, kesehatan, masakan,pendidikan, hiburan, dan hampir semua hal dapat ditemukan dalam satu media. Hal ini tentulah sebuah kemajuan dan merupakan sesuatu yang positif. Orang dari berbagai belahan dunia dapat bertemu dan saling mengenal tanpa hasrus bertatap muka. Seorang pemimpin dapat menyapa rakyatnya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Begitupun sebaliknya, seorang rakyat dapat menyampaikan keluhan dan permasalahanya. Dari sisi seperti ini, tentu sangat banyak manfaat dari media sosial.
Lalu apakah keburukanya?
Ini bukan tentang seorang anak yang hilang dan ternyata dibawa kenalanya di media sosial. Bukan juga tentang seorang 'hater' yang dilaporkan karena komentarnya pada media sosial seorang selebriti. Ini hanya tentang betapa berbahayanya posting dalam sebuah media sosial. Postingan seperti apa yang berbahaya?
Karakter manusia yang unik, tidak sama antara satu sama lain. Dalam menanggapi postingan seseorang, akan ada dua sisi yaitu positif dan negatif. tentu hal ini tergantung dari pribadi sang pembaca.
Postingan yang yang bersifat memamerkan kepemilikan. Disadari atau tidak banyak sekali diantara kita yang sering memposting kepemilikan, misalnya sepeda motor baru, mobil baru, handphone baru, mungkin juga pacar baru.*(bercanda, abaikan). Seperti yang telah dikatakan bahwa hal tersebut merupakan hak tetapi dengan kita memperlihatkan kepemilikan kita tentu ada tanggapan negatif dimana seseorang merasa iri dan menginginkan hal serupa bahkan lebih terjadi ada dirinya. Rasa iri menjadi pemicu tindakan lain seperti adu pamer di media sosial bahkan yang lebih ekstrim akan menjadi tindak kejahatan.
Postingan yang terlihat sederhana tetapi dampaknya sama, misalnya kita makan disebuah restoran, cafe, makanan mahal, makanan aneh, posting jalan-jalan. Itu adalah hal sederhana tetapi dampaknya luar biasa. Gaya hidup yang bagi sebagian orang terlihat biasa tetapi bagi orang lain mungkin akan terasa luar biasa. bahaya nya adalah ketika seseorang yang tidak memiliki kemampuan untuk menjalani gaya hidup seperti itu kemudian memaksakan diri untuk mengikutinya, tentu akan menjadi awal dari permasalahan baru. Banyak fenomena dimana seorang gadis rela menjadi 'cabe-cabean' hanya demi mendapatkan selembar rupiah agar dapat mengikuti gaya hidup yang lainya.
sumber : the confused young adult |
Fenomena selfie yang muncul belakangan ini sebagai akibat keinginan untuk pamer. tidak ada yang salah dengan selfie. tetapi terkadang kita melupakan hakikat sebuah peristiwa, tempat, dan kejadian akibat selfie. Masih ingat kan ada seorang mahasiswa yang harus bermasalah akibat selfie pada saat wisuda? atau sekumpulan remaja yang merusak taman bunga hanya karena selfie.
Pada dasarnya, dunia media sosial adalah budaya ikut-ikutan atau latah. Semakin lama semakin terihat bahwa dunia tersebut menyediakan fasilitas untuk pamer sehingga banyak yang latah akhirnya ikut-ikutan pamer. Yang lebih berbahaya adalah ketika dia tidak punya sesuatu yang layak dipamerkan misalnya prestasi, kekayaan, karya, maka apa yang dipamerkan? dan tindakan apa yang akan dilakukan untuk dapat memenuhi hasratnya untuk pamer?